Saya, Menanggapi Isu Hari Ini
Baru saja
saya men-twit kalimat
"memasuki waktu Indonesia bagian kriminalitas memuncak, teror
everywhere", iya,
menurut saya minggu ini adalah minggu kelabu bagi kriminalitas di Indonesia,
(yang hanya saya dasarkan dari paparan media, semoga faktanya tidak lebih
mengerikan) mulai dari kasus mahasiswa bunuh dosen di Medan, mahasiswa UGM yang
ditemukan tewas di toilet kampus, Yn yang diperkosa oleh 14 pemuda di Bengkulu
hingga teror sayat tangan secara random di jalan protokol Jogjakarta. Wow,
hal ini membuat saya takut berpergian.
Dari sekian jenis kasus diatas, nampaknya yang cukup
menarik perhatian saya adalah kasus Yn, bagaimana tidak, fakta yang dibeberkan
oleh media sungguh menyayat nurani, membuat saya tak habis pikir, apakah masih
ada ruh dalam diri pelaku-pelaku tersebut?
Kasus Yn pun kembali menengahkan isu dan propaganda
mengenai stop ketimpangan gender
dan stigmatitasi perempuan, propaganda yang bertujuan menghapuskan segala
bentuk ketimpangan gender dalam masyarakat patriaki yang menjadikan wanita
sebagai objek stigamtitasi. well, pendeknya menyalahkan perempuan
jika terjadi pemerkosaan.
Sebelumnya saya akui bahwa saya pribadi yang memiliki 3/4
pemikiran bahwa ada kalanya perempuan mengambil peran 'untuk diperkosa'
melalui penampilan dan gaya berpakaian mereka, sampai akhirnya saya mendapati
pengalaman pribadi saya bahwa the
way you dress up has nothing to do with rapes or any sexual harassment
Saya tinggal di pinggiran kota Jakarta, daerah rumah saya
bisa dibilang daerah kampung, dengan tingkat pendidikan penduduk rata-rata
lulusan SMA kebawah, walaupun begitu saya menghormati tetangga-tetangga saya,
karena mereka pribadi yang ramah dan menjaga tata krama serta etika.
Sekitar 4 bulan yang lalu sebuah rumah di dekat rumah saya
dijual, kemudian dibangun beberapa rumah kecil di dalamnya. Pembangunan
tersebut dilakukan oleh sekelompok pemuda kuli bangunan, dari sini lah
pengalaman menjengkalkan saya muncul.
Setiap harinya semenjak pembangunan rumah tersebut , saya
harus mendapati diri saya dilecehkan secara verbal oleh pemuda kuli bangunan,
mulai dari siulan, percakapan antar pemuda tersebut yang menyatakan diantara
mereka ada yang ingin berkenalan dengan saya, hingga perkataan yang
mengomentari ekspresi saya. Padahal saya tak pernah berpakaian tidak
sopan. Setiap hari saya kuliah dengan setelan baju serta rok panjang, jilbab
saya pun menjuntai hingga pinggang saya, saya tidak pernah make-up ke kampus, lipstick saya pun selalu nude. dan saya juga pribadi yang kalau
berjalan kaki lebih sering menunduk terlebih kalau berpapasan dengan
laki-laki.
Saya merasa sangat kesal dan marah dengan kejadian itu,
jalan di depan rumah tersebut adalah jalan yang sudah belasan tahun saya lalui,
sebelumnya saya tidak pernah merasa tidak nyaman lewat situ, mengapa mereka
yang sebagai tamu lantas membuat saya sebagai tuan
rumah tidak nyaman? satu dua kali masih saya abaikan, saya masih berpikiran
mungkin mereka akan bosan. Sampai pada puncaknya, saya benar-benar kesal. Waktu
itu sekitar sore hari (para kuli bagunan sudah selesai bekerja), saya hendak
keluar rumah, tanpa sadar saya melakukan aktivitas yang selalu saya lakukan
ketika keluar rumah, yaitu bercermin pada jendela di bagian samping rumah saya,
para kuli bagunan tersebut bisa melihat saya dengan jelas (saya tidak menyadari
mereka sedang melihat saya), saya mencoba merapihkan baju dan jilbab saya,
kemudian para kuli bangunan tersebut bersorak beramai-ramai melecehkan saya
sambil tertawa-tawa, saya kesal bukan main, saya masuk ke dalam rumah, sambil marah-marah.
Saya mengeluarkan seluruh umpatan kurang sopan saya di dalam rumah dan saya
berkata kepada Mama bahwa saya akan berbicara langsung kepada para kuli
bangunan itu (saya ingat highlight umpatan saya saat itu adalah "bego,
kayak ngga sekolah lo, tau ga" )
mendengar hal tersebut Mama lantas melarang saya, Mama mengingatkan tidak enak dengan tetangga dan biarin aja mereka kan emang ga
ngerti. Lalu saya tersadar
bahwa umpatan saya mungkin merupakan sebuah fakta bahwa mereka memang tidak
mengerti bagaimana cara memperlakukan orang, karena mungkin mereka tidak
mendapatkan pendidikan tentang hal itu dengan baik.
Akhinya Papa saya yang kemudian berbicara dengan salah satu
dari mereka, Papa saya mencoba mengeneralkan tindakan mereka dengan merujuk pada
semua orang yang lewat (bukan hanya saya, untuk menghindari keributan), bahwa
bagaimana pun hal itu membuat tidak nyaman, dan seharusnya mereka bisa
menghormati setiap orang yang lewat, ya intinya Papa saya sudah menegur mereka.
Tapi setelahnya?
Sampai detik ini setiap pagi ketika berangkat kuliah saya
masih harus mendapati mereka saling berbincang tetawa-tawa setiap saya lewat.
Saya berpikiran bahwa mereka sudah mengenali saya sebagai tukang ngadu Papa. Rasanya
ingin sekali untuk berbicara langsung kepada mereka mengumpat segala jenis
perkataan bodoh kepada mereka, sebegitunyakah
mereka tidak bisa menghargai orang lain??? tapi saya selalu berusaha
mengingat pesan Mama untuk menahan diri agar saya tidak melakukan yang
tidak-tidak. Yang saya lakukan sekarang adalah terus berdoa agar pembangunan
rumah tersebut cepat selesai dan saya dapat kembali melewati jalan yang sudah
belasan tahun saya lewati dengan nyaman.
Well, perlu saya tekankan disini bahwa upaya untuk
mengedukasi orang-orang dengan kelakuan tersebut sudah dilakukan, tapi ya
memang mereka kurang paham atau emang dableg sehigga sulit sekali untuk diberi
nasihat. Atau apakah memang harus dilakukan dengan pendekatan represif? mungkin
kalau faktanya begini harus dicoba, tapi kembali lagi, pendekatan represif tak
bisa dilakukan secara main hakim oleh masyarakat sendiri, perlu ada payung
hukum dan regulasi yang mengaturnya.
Pendidikan tentang relasi gender itu penting untuk
disebarluaskan, bahwa setiap orang (baik laki-laki atau perempuan) tetap harus
menjaga kelakukannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam hadist
Rasul riwayat at-tirmidzi pun disebutkan bahwa "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang Mukmin
pada Hari Kiamat nanti selain akhlak mulia” Allah dan Rasulnya tidak pernah
bilang bahwa yang harus menjaga kelakukan adalah perempuan saja, ataupun
laki-laki saja, setiap mukmin lah yang harus menjaga akhlaknya. Jadi… yang
masih bilang perempuan saja yang harus menjaga diri dalam berkelakuan mending
cermati dulu deh hakikat Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan.
Tetapi
mau bagaimana pun juga, salama pendekatan represif tersebut belum ada,
orang-orang dableg seperti yang saya
jelaskan diatas masih mungkin ada di muka bumi ini. Pemikiran dan tindakan
kurang sopan mereka masih mungkin ada di sekitar kita, untuk itu menurut saya
pribadi kita sebagai perempuan memang harus bisa memilah-milih dalam melakukan
sesuatu, kita bisa kok menilai orang-orang di sekitar kita seperti apa, dari
situ kita sebagai perempuan bisa menentukan apakah suatu hal harus dilakukan
atau tidak, toh implikasinya juga akan bermanfaat buat kita.
Menurut saya
pribadi generasi orang-orang dableg seperti
itu tidak bisa dipungkiri masih ada akibat sisa-sisa pendidikan masa lalu,
semoga aja pendidikan saat ini InsyaAllah mampu melahirkan generasi-generasi
baru yang bisa menghargai dan menghormati sesama, yang tidak memandang
kewajiban berbuat baik didasarkan pada gender.
Sembalin
nunggu regulasinya dibuat untuk lebih melindungi perempuan, kita harus terus berusaha
mengedukasi sekitar kita bahwa berbuat baik adalah kewajiban setiap orang
(bukan perempuan atau lak-laki), sambil doain juga generasi dableg itu cepet lenyap, kalaupun ngga, semoga mereka tersadarkan untuk
bertindak layaknya manusia, kalau tidak sadar juga, doain aja agar pemikiran dableg mereka tidak diteruskan ke
generasi setelahnya.
Aaamin^^
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home