Wednesday, March 8, 2017

Titik Nadir 


Mungkin kalau bisa dibilang, seminggu ke belakang atau mungkin sebulan ke belakang adalah titik terendah dalam hidup saya. Saya berpikir hidup saya seakan tanpa value dan sama sekali tidak bermanfaat untuk orang lain, sedangkan di satu sisi saya seperti kehabisan ide untuk menjadi bermanfaat, seperti kehabisan motivasi mau bagaimana lagi, tidak tahu, dan habislah diam disini, tidur.

Di lamunan tersebut saya berpikir lagi dan lagi, kembali mengenal diri saya, tentang siapa saya, apa yang mau saya tuju, dan hal apa yang saya gunakan untuk mendefinisi diri saya sendiri, Sesekali saya melihat orang lain yang begini begitu, kemudian mulailah muncul dalam diri saya rasa iri kepada nasib orang lain, mengutuk semua hal yang terjadi dalam diri saya, seakan saya adalah orang yang paling menderita di muka bumi ini. 

Segala jenis hal seakan sudah saya coba, mulai dari hal yang saya sukai, yang awal-awalnya masih benar-benar saya kunci kemurniaanya, sampai hal yang "not my thing" akhirnya saya lakukan, tetapi semuanya nilih, dan menjadikan saya merasa semakin kerdil, impoten, dan tidak memiliki potensi. 

Saya mulai menghidar dari orang-orang yang mungkin akan mempertanyakan nasib saya dan cita-cita saya, yang semenjak sebulan yang lalu sudah malas saya pikirkan. 

Namun, hari ini seolah berbeda, entah karena apa, saya mengikhlaskan diri saya untuk bertemu dengan kakak sepupu saya yang sudah tidak saya temui sekitar dua bulan. 

Awalnya memang seperti dugaan saya, mereka mempertanyakan hal yang saya takuti, namun kemudian perbincangan berlanjut ke hal yang sebelumnya tidak saya ketahui, karena keapatisan saya, ternyata sepupu saya sedang mengalami masalah dalam bisnisnya, ia kemudian menanyakan beberapa hal yang ia harap saya mengetahuinya.

Seketika waktu menjadi begitu saya syukuri. Detik-detik tersebut menjadi waktu terbaik dalam hidup saya selama satu bulan ini, seketika saya merasa apa yang saya lontarkan dari mulut saya,  buah dari perjuangan saya selama ini, bermanfaat untuk orang lain, waktu tersebut menjadi sangat bernilai bagi saya, saya begitu bersemangat menuangkan pemikiran saya yang kemudian disambut angguk manis dan diskusi hangat oleh kakak sepupu saya.

Dan, saya kembali melihat senyum itu.


Senyum yang membuat saya kembali berani bermimpi.



Tidak, saya tidak berada di titik nadir. 

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home