Monday, September 29, 2014

Kasanova

Part 2

Kata


Di hari ke-25 bulan itu, di tengah waktu yang mulai mengusir matahari untuk pergi, dia muncul. Bukan raganya yang seketika hadir menganga, kata demi kata yang terangkai ciptaanyalah yang muncul menemani bulan menyelimuti malam itu.

Dia, si penciptanya, entah berjuang ataupun tak berjuang berhasilkan mengumpulkan serpih aksara-aksara dunia untuk kemudian menjadikannya kata demi kata yang terangkai, nan indah.

Kata demi kata yang terangkai itu mengimplikasikan senyum malu dan tawa kecil setelahnya.
Kata demi kata yang terangkai itu membawa sunyi beranjak, untuk pergi sebentar menemui hiruk di luar sana.

Terangkai apik, yang mengentaskan kagum dan terpesona untuk dia, si penciptanya.
Memaksa butir-butir asa untuk menelisik waktu, menerka kata-kata apalagi yang akan terangkai oleh dia, si penciptanya.


Membawa kita saling terjaga, menelusuri malam.



Di hari ke-25 bulan itu, kata demi kata yang terangkai ciptaannya muncul menemani bulan menyelimuti malam.

Labels:

Monday, September 22, 2014

Kasanova

Part 1
Senyum.
 
Dia tersenyum di hari Minggu itu, bukan senyum yang sebenarnya. Senyum yang diseringaikannya adalah senyum yang berbeda. Senyum penutup air mata yang semalam tak terelakkan.

Siapa yang tak akan menangis semalaman, ditinggal idola pertama dan abadi sepanjang hidup.

Menurutnya, tak apa semalam air mata ini tak henti bercucuran. Tetapi, hari ini, di tengah mata-mata lain yang tak henti mengucurkan air, dia memaksa matanya untuk tak berair sedikitpun untuk menguatkan.

Senyum tersebut jelas senyum yang berbeda, senyum penuh pesan yang bersuara, menyuarakan pesan bahwa tak akan ada yang bisa mengelakkan garisNya. Senyum yang secara besar menerima nyata di hadapan mata bahwa dia ataupun kita hanyalah pemain peran di lakonNya.

Senyum yang tak lupa mengucap doa dan keyakinan bahwa apapun yang terjadi sekarang adalah apa yang seharusnya terjadi sekarang.

Dia yang tersenyum tersebut, lewat senyum yang berbeda itu berusaha membangkitkan bahagia dalam hal apapun karena dia percaya setiap hal yang terjadi pasti selalu menyisipkan sesuatu untuk disyukuri.

Mungkin dia berpikir senyum ini pantas diseringaikan, bentuk bangkitnya bahagia untuk disyukuri melihat banyak dari kita berdatangan. 

Oh, bagaimanapun dia, dia memang pandai membangkitkan bahagia, apalagi bahagia untuk dia yang dekat dengannya dan kita.




di hari Minggu itu dia tersenyum, senyum penutup air mata yang semalam  tak terelakkan

Labels:

Friday, September 19, 2014

Jumat

Jumatmu tak pernah biasa.
Itu yang kutangkap.

Malammu tak pernah sepi makna.
Itu yang masih kupercaya.

Tak ada jumat malam untukmu yang biasa dan tak bermakna.

Berjuanglah untuk jumat malammu.

Labels:

Saturday, September 6, 2014

Hujan

Musim berangsur berganti.
Langit sore yang dahulu biasa terik kini menjadi mendung.

Kemarin, aku yang jadi saksinya, dimana langit sore itu menjadi begitu menakutkan, gelap, sepi, pintu-pintu ditutup dan gemuruh mulai terdengar.

Gemuruh tak terdengar di dalam sunyinya otakku pun berbunyi.

Hari itu hari sabtu pukul 3 sore. Ada raga di luar sana yang kutanyai nasibnya. Karena hujan hendak datang, dan kuyakini raga itu masih di bawah langit bukan atap.

Berhentilah sejenak, ungkapku seakan bercakap dengan raga itu.

Iya, berhentilah sejenak. Siapkan amunisimu untuk lanjutkan hari bersama merah yang tak kau lepas itu menemani langit yang menangis karena yang lain termasuk aku hanya berdiam di rumah, tak menjemput mimpi.

Berhentilah sejenak, menyiapkan amunisimu.
Menyambut hujan.
Melanjutkan hari.



Menjemput mimpi.


Ungkapku seakan bercakap dengannya.

Labels:

Wednesday, September 3, 2014

Percayalah.

Aku tau hal ini tak akan mudah untuk kau lalui, karena aku juga begitu.

Seberat apapun sakit yang kini kita rasakan, sepanjang apapun kerut di kening yang tercipta karenanya,
Percayalah teman, masalah tak pernah Tuhan ciptakan tanpa ada makna diakhirnya.
Percayalah akan ada waktu nanti dimana kita berterima kasih atas semua sakit dan kerut yang tercipta ini
Percayalah akan ada ilmu baru yang kita dapat nantinya untuk menjadikan kita manusia yang lebih cerdas dari sebelumnya.

Sakit dan kerut yang sekarang ada biarlah ada hanya untuk sekarang, hanya untuk sekarang. Tetapkanlah esok di tengah sakit dan kerut yang telah usang menjadi hari dimana kita tersadarkan, menjadi lebih sadar (betapapun sakit dan panjangnya kerut kemarin) akan tanggung jawab kita untuk tetap menghidupkan mimpi yang tiada henti kita ucapkan dahulu.

Karena mimpi yang kita ucapkan tiada henti dahulu sudah terlanjur diamini oleh malaikat di sana, percayalah.


Labels: